JAKARTA, Poros Kalimantan – Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) membeberkan sejumlah laporan, Rabu (11/1/2023) lalu. Disebut ada 12 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengakui. Ia menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut.
Maka dari itu, pemerintah diminta melakukan dua hal. Pertama, yaitu memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.
Kedua, ialah upaya keras agar pelanggaran HAM berat tidak terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah akan menjalankan dua hal ini.
Antara lain, pemerintah akan melakukan pemulihan nama korban dan keluarga korban dengan memberikan bantuan ekonomi, jaminan kesehatan, pembangunan memorial, dan dokumen kependudukan.
Namun, menurut Mahfud, program ini akan diberikan secara khusus kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, sehingga berbeda dengan program warga lainnya.
“Pemberian hak pensiun kepada korban yang dulunya ASN, TNI, atau Polri. Itu banyak yang menjadi korban pelanggaran HAM. Jangan dikira korban hanya rakyat kecil, ASN juga banyak,” tutur Mahfud MD, Kamis (12/1) tadi.
Mahfud menambahkan pemerintah akan membahas program pemulihan tersebut dalam rapat kabinet mendatang. Hal ini untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif.
Pemerintah juga akan memberikan target kepada kementerian lembaga yang akan melakukan program pemulihan. Bila tidak berjalan, maka pemerintah akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengawal kebijakan ini.
Mahfud juga menekankan proses non-yudisial ini tidak akan menghapus proses yudisial kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Lantaran Undang-Undang Pengadilan HAM mengatur bahwa tidak ada kedaluwarsa terhadap kasus pelanggaran HAM. Di sisi lain, ia menjelaskan adanya perbedaan standar pembuktian antara Komnas HAM dengan Kejaksaan yang menyebabkan terdakwa kasus-kasus pelanggaran HAM selalu bebas dari jeratan hukum.
“Empat kasus sudah diadili, dan dibebaskan semua terdakwanya oleh pengadilan, sebanyak 35 orang. Kasus pelanggaran HAM Timor Timur, Tanjung Priok, Abepura, Paniai bebas semua,” tambahnya.
Karena itu, Mahfud mengusulkan agar kelanjutan terhadap proses yudisial kasus pelanggaran HAM berat dibahas terlebih dahulu di DPR. Langkah itu diambil untuk menghindari kasus HAM lainnya berujung pada pembebasan terdakwa seperti kasus sebelumnya.
Sebagai informasi, 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang berusaha dipulihkan antara lain, peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982 -1985, Talangsari di Lampung pada 1989, Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998.
Selain itu, ada peristiwa kerusuhan Mei 1998, tragedi Trisakti dan Semanggi 1 dan 2 pada 1998 dan 1999, pembunuhan dukun santet 1998-1999, Simpang KKA di Aceh pada 1999, peristiwa Wasior di Papua 2001-2002, petaka Wamena di Papua pada 2003, dan Jambo Keupok di Aceh pada 2023.
Sumber: voaindonesia.com
Editor : Musa Bastara