JAKARTA, Poros Kalimantan – Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan, Abdul Wahid akhirnya resmi ditetapkan menjadi Tersangka oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dalam tayangan langsung di channel youtube KPK RI, Kamis (18/11/2021) sore tadi.
Bupati HSU Aktif ini disangkakan dua perkara. Pertama jual beli jabatan dan kedua penerimaan hadiah atau janji (Commitment fee), beberapa proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Atas perbuatannya ini, Bupati Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a, atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B, Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.
Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
“Kami telah menemukan bukti yang cukup, salah satu Kepala Daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara diduga telah melakukan korupsi. Berupa penerimaan hadiah atau janji, oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya, terkait pengadaan barang dan jasa,” ungkapnya saat konferensi pers.
Firli menerangkan, berdasarkan bukti yang cukup KPK telah menemukan suatu pidana korupsi, yang diduga dilakukan oleh Bupati HSU dua periode ini.
Diakuinya, penetapan Tersangka Bupati HSU aktif ini, berdasarkan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 15 September 2021 lalu. Dimana KPK telah menetapkan tiga orang Tersangka. Mereka yakni Plt Kadis Pekerjaan Umum (PU) HSU Maliki (MK), Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH), dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FRH).
“AW (Abdul Wahid) selaku Bupati Hulu Sungai Utara, pada 2019 menunjuk MK (Maliki) sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU. KPK menduga MK (Maliki) menyerahkan sejumlah uang, agar bisa menduduki jabatan tersebut, karena sebelumnya telah ada permintaan dari AW (Abdul Wahid),” jelasnya.