Firli membeberkan, penerimaan uang oleh Bupati HSU Abdul Wahid, dilakukan di rumah MK pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan Tersangka AW.
Kemudian, sekitar awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas Bupati, untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
“Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud,” bebernya.
Ketua KPK jua menyebut, Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat pemberian komitmen fee dari nilai proyek 10 persen untuk dirinya dan 5 persen untuk Maliki. Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh Tersangka Abdul Wahid melalui Maliki (MK), yaitu dari Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH), dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FRH), dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain lewat Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pada 2019 sekitar Rp 4,6 miliar, tahun 2020 sekitar Rp12 miliar dan tahun 2021 sekitar Rp1,8 Miliar.
“Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing, yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya,” pungkasnya.
Editor : Zepi Al Ayubi