Oleh: Nuruddin Zain*)
ADA wilayah dengan jumlah penduduk yang padat. Ada pula yang masih jarang penduduknya. Biasanya wilayah yang padat penduduknya karena ada faktor yang melatar belakanginya. Wilayah yang merupakan pusat pendidikan akan lebih padat penduduknya karena menjadi tujuan dari para pelajar atau mahasiswa/mahasiswi. Wilayah pusat ekonomi seperti wilayah industri, perdagangan atau wilayah perkebunan/pertambangan akan menjadi lebih padat penduduknya karena menjadi tujuan dari para pencari kerja. Kepadatan penduduk seperti ini disebut kepadatan karena faktor migrasi.
Selain karena faktor migrasi, kepadatan penduduk suatu wilayah juga bisa terjadi karena faktor tingkat kelahiran yang tidak terkendali. Laju pertumbuhan penduduk menjadi lebih cepat karena tingkat kelahiran yang tinggi. Bila tingkat kelahiran dapat dikendalikan maka kemungkinan besar laju pertumbuhan penduduknya bisa melandai
Untuk menentukan suatu daerah termasuk padat atau jarang penduduknya, tentu terlebih dahulu diketahui jumlah penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kepadatan penduduk diperoleh dengan membagi jumlah penduduk dengan luas wilayahnya. Data jumlah penduduk suatu wilayah bisa didapatkan dari hasil sensus penduduk (SP).
Pada September 2020 yang lalu SP 2020 telah selesai dilaksanakan. Meski di tengah situasi pandemi tetap dapat dilaksanakan di tahun 2020, dengan berbagai penyesuaian metode pengumpulan data, dengan tetap mengadopsi prokes yang ketat dalam proses lapangannya. SP adalah kegiatan pengumpulan data penduduk secara menyeluruh yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai amanat UU Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik. Kegiatan SP dilaksanakan sepuluh tahun sekali. Pelaksanaan pertamanya adalah pada tahun 1961, kemudian selanjutnya 1971, 1980, 1990, 2000, 2010, dan pada 2020 ini merupakan kegiatan SP yang ketujuh.
Laju pertumbuhan penduduk berdasarkan hasil SP 2020 diprediksi akan melandai karena tingkat kelahiran berdasarkan hasil survei sebelumnya mengalami penurunan. Hasil SP 2020 diprediksi kemungkinan akan mendapatkan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih rendah atau melandai dari sensus penduduk sebelumnya, yakni SP 2010.
Prediksi adalah memperkirakan secara sistematis tentang sesuatu yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu. Prediksi dilakukan berdasarkan data pendukung. Prediksi tidak harus memberikan jawaban secara pasti kejadian yang akan terjadi, melainkan berusaha untuk mencari jawaban sedekat mungkin yang akan terjadi (Herdianto, 2013:8).
SP 2020 akan menghasilkan jumlah penduduk dengan pertumbuhan yang melandai dari sensus penduduk sebelumnya terlihat karena rekam jejak beberapa survei sebelumnya. Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.
SDKI 2017 dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta juga Kementerian Kesehatan. Tujuan utama SDKI 2017 adalah menyediakan estimasi terbaru indikator dasar demografi dan kesehatan.
Sedangkan SUPAS 2015 adalah kegiatan survei yang dilaksanakan oleh BPS dengan tujuan untuk memperkirakan jumlah, distribusi dan komposisi penduduk, menyediakan data dan penghitungan parameter demografi, serta sebagai koreksi terhadap hasil proyeksi penduduk 2010-2035.