BANJARMASIN, Poros Kalimantan – Menempuh perjalanan 4-5 jam memang melelahkan. Rizky mesti menuju Banjarmasin dari tempat tinggalnya di Balangan. Perjalanan itu dilakukan untuk mengambil obat dari dokter. Rizky masih berusia 2 tahun. Didampingi ibunya, Marni. Pengobatan bukanlah hal yang asing bagi keduanya, terutama berurusan dengan kanker.
Pipi kiri Rizky memiliki keunikan. Sejak umur 4 bulan, Marni mengira tumor yang ada di pipi anaknya hanyalah tanda lahir. Karena saudara Rizky sendiri juga memilikinya.
“Setelah diperiksa ternyata bukan tanda lahir, tapi tumor. Tumor pembuluh darah,” ucap Marni.
Tumor yang diidap oleh Rizky tak menimbulkan rasa sakit. Marni menuturkan, Rizky seolah tak merasakan hal yang berbeda. Namun untuk saat ini, Rizky masih harus rutin pemeriksaan dan mengambil obat dari dokter di RSUD Ulin.
“Karena masih besar tumornya, jadi belum bisa dioperasi,” ungkap Marni.
Selepas kondisi Rizky, pengobatan pun beralih rutun dari Balangan menuju Banjarmasin. Karena dokter spesialis berada di Banjarmasin. Jarak tempuh puluhan kilo tentu tak menghalangi Marni untuk menyembuhkan sang buah hati. Namun tak bisa dipungkiri, rasa lelah dalam perjalanan tetap dirasakan.
Beruntung, Marni menemukan tempat tinggal sementara di Banjarmasin. Yaitu Rumah Singgah Anak-anak Kanker di Pal 6. Di sana, ia bisa istirahat sembari menemani Rizky yang masa kecilnya juga masih perlu kebahagiaan seorang anak kecil.
Selama menunggu waktu yang tepat untuk dioperasi, hampir 1 tahun Marni dan Rizky bolak-balik Balangan-Banjarmasin.
Dalam 1 bulan sekali bisa harus melakukan pengobatan. Itu yang sudah jalan lama. Tapi bagi mereka yang baru menjalani pengobatan kanker, bertahan hingga berbulan-bulan jauh dari kampung halaman bisa saja terjadi. Karena perawatan dan pengecekan jauh lebih rutin di masa awal pengobatan.
**
Terletak di tengah-tengah perumahan, Rumah Singgah Anak-anak Kanker Yayasan Kasih sudah berdiri sejak 2010. Ketika didatangi, rumahnya tak ubah seperti rumah tinggal umumnya. Satu hal yang istimewa, rumah ini punya mobil ambulans sendiri.
Tak banyak yang dapat dilihat pada situasi pandemi sekarang. Di sekitaran teras, masih ada mainan anak-anak yang tersusun. Memasuki rumah, penulis disambut oleh sang pembina, Rosintan Sitorus.
Rosintan Sitorus atau akrab disapa Ibu Intan sudah 3 tahun menjadi pembina. Ia banyak bersahabat dengan para penyintas kanker.
Sambil duduk bersama, kami berbagi cerita bagaimana yang rumah saat ini bisa menjadi tempat singgah para penyintas kanker dari berbagai daerah.