“Dulu Kuntau jadi turun-temuran diajarkan di keluarga-keluarga. Sehingga terbatas tidak semua orang bisa belajar. Namun kini, dengan diakuinya Kuntau juga sebagai budaya daerah yang harus dilestarikan, maka semakin luas jangkauannya,” jelas Taufik.
Apalagi ia menjelaskan, dulu anggapan Kuntau hanya untuk membuat perkelahian, kini tidak lagi. Kondisi sosial masyarakat telah berubah. Kuntau dihargai sebagai sebuah keseniaan warisan leluhur masyarakat Banjar.
Minat pada Kuntau yang semakin tinggi juga menarik perhatian Faisal, salah seorang murid angkatan baru Perguruan Kuntau Rajapati. Bahkan ketertarikannya dimulai sejak kecil.
“Di kampung ada latihan Kuntau dulu. Tetapi belum bisa ikut masuk,” ungkapnya.
Perguruan yang ada di Banjarbaru tak hanya Rajapati. Seingat Taufik, ada sekitaran 5 perguruan yang sering aktif mengikuti pentas keseniaan Kuntau. Belum lagi yang ada di pelosok lainnya.
Hingga akhir tahun 2020, Perguruan Kuntau Rajapati telah mengoleksi banyak penghargaan. Terakhir adalah di Festival Budaya Silat Kuntau tingkat Provinsi Kalimantan Selatan.
Kuntau kemudian hadir menjadi keseniaan bela diri yang kian lestari. Taufik menambahkan, aliran Kuntau tak hanya satu. Masih banyak lagi di perguruan lainnya. Tetapi memiliki kesamaan nilai.
Bela diri yang menekankan nilai dan norma keislaman. Dan bela diri untuk menjadikan pribadi lebih baik dan membawa kebermanfaatan. []
Penulis: Wahyu Aji Saputra
Redaktur: Ananda Perdana Anwar