JAKARTA, Poros Kalimantan – Persyaratan naik pesawat dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk tes Covid-18 bagi penumpang pesawat udara dinilai memberatkan masyarakat. banyak pihak yang meminta agar aturan tersebut dievaluasi.
Kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat yang hendak ke daerah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dan 4 berlaku mulai 24 Oktober 2021. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021, tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi COVID-19.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati saat jumpa pers virtual, Kamis (21/10/2021) mengatakan transportasi udara menunjukkan peningkatan 10 sampai 12 persen, seiring kondisi pandemi di Indonesia mulai melandai. Dengan adanya peningkatan mobilitas tersebut, maka dilakukan pengetatan syarat perjalanan.
“Dengan tidak adanya pembatasan kapasitas, namun dilakukan pengetatan dalam syarat perjalanan dengan PCR, ini sebenarnya salah satu cara kami untuk melihat apakah pola ini bisa tetap kita lakukan, untuk tetap menjaga agar mobilitas masyarakat itu aman dan sehat, tidak menimbulkan lonjakan-lonjakan kasus seperti kejadian-kejadian Nataru sebelumnya,” ujarnya seperti dikutip dari Tirto.id.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemberlakuan wajib tes PCR ini dilakukan sebagai bagian dari uji coba pelonggaran, demi pemulihan ekonomi ditengah kondisi kasus COVID-19 yang terkendali.
“PCR dinilai sebagai metode tes gold standard dan lebih sensitif dari metode antigen. Sehingga diharapkan mampu menapis dan menekan kasus COVID-19,” akunya.
Wiku menekankan, kebijakan wajib tes PCR ini hanya diberlakukan untuk moda transportasi udara. Sedangkan transportasi lainnya tetap dapat menggunakan syarat tes antigen.
“Dengan tidak adanya pembatasan kapasitas, namun dilakukan pengetatan dalam syarat perjalanan dengan PCR, ini sebenarnya salah satu cara kami untuk melihat apakah pola ini bisa tetap kita lakukan untuk tetap menjaga agar mobilitas masyarakat itu aman dan sehat, tidak menimbulkan lonjakan-lonjakan kasus seperti kejadian-kejadian Nataru sebelumnya,” terangnya.
Sementara itu, Penolakan terhadap aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat ini juga disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh. Menurutnya kebijakan tersebut akan memberatkan masyarakat, baik dari sisi biaya, tenaga, maupun waktu. Karena tidak semua daerah memiliki alat pemeriksaan dengan metode PCR.
“Saya nyatakan menolak keputusan pemerintah yang mewajibkan penumpang pesawat domestik harus PCR dulu, walaupun sudah dua kali vaksin,” jelasnya.
Selain itu, dia menilai kebijakan tersebut akan berimbas pada menurunnya minat masyarakat dan akan berdampak sistemik bagi tumbuh kembang perekonomian.
“Kalau tetap ditetapkan saya kira itu akan sangat merepotkan, terlihat Jakarta sentris juga ya, dan membuat susah masyarakat baik dari sisi biayanya, tenaganya, juga waktunya,” tegasnya.