Kemudian masih kata Wagub Kalbar, koordinasi sumber daya bantuan yang cepat dan tepat. Pada saat bertindak melakukan penyelamatan, semua unsur diharapkan menjadi satu dan diharapkan tidak hanya bergerak atas nama institusinya saja, akan tetapi juga dapat melakukan mobilisasi dan koordinasi dengan pihak lainnya.
Selain itu, Pengelolaan aliran informasi yang akurat, untuk menghindari desas-desus yang tak jelas sumbernya, yang kemungkinan menyebar lebih cepat dari informasi resmi sehingga membingungkan pengambil keputusan dan petugas lainnya yang juga bergerak melakukan penyelamatan. Lalu, optimalisasi tenaga dan aparat setempat yang berwenang. Bagaimanapun mereka lebih menguasai medan, tahu persis komunitasnya dan memahami psikologis warga.
“Selama ini kita selalu menempatkan masyarakat sebagai korban. Sudah saatnya kita mengubah stigma tersebut dan lebih memberdayakan masyarakat sebagai subyek dalam penanganan bencana. Keterlibatan masyarakat menjadi elemen penting dalam menentukan keberhasilan suatu upaya penanganan bencana,” ingatnya.
Tahun 2019 yang lalu, Pemprov Kalbar telah menerbitkan Peraturan Gubernur Kalbar Nomor: 39 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Karhutla dimana bagi pelaku pembakaran baik perorangan maupun pemegang usaha akan dikenakan sanksi administratif.
“Masa sulit karhutla tahun 2019 yang lalu dimana terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas 151.070 hektar terbakar merupakan titik balik dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang sebelumnya berorientasi penanggulangan kemudian berubah dengan lebih mengutamakan pencegahan dan meningkatkan koordinasi antar pihak,” jelasnya.(don)