Oleh : Johan Raditya Putra Sayekti
Pada tahun 2022, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan sebuah langkah untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 disusun guna perbaikan dalam hal penajaman arah kebijakan pemerintah dengan mengurangi ketimpangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, maupun ketimpangan antar pemerintah daerah. Kebijakan yang dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan kebijakan Transfer Ke Daerah serta harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.
Transfer ke Daerah (TKD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. TKD terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, serta Dana Desa. Selain jenis TKD tersebut, pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal kepada Daelah dengan kriteria tertentu dan diatur penegasan bahwa insentif dapat diberikan dalam bentuk dana atau fasilitas tertentu.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan fokus membahas mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK), lebih khusus lagi yakni DAK Fisik. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa jenis TKD ada bermacam-macam. Salah satunya adalah DAK. DAK terdiri dari tiga, yaitu DAK Fisik, DAK Non Fisik, dan Hibah Ke Daerah.
Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah dalam rangka mencapai prioritas nasional, mempercepat pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik, dan/atau mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. DAK Fisik digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana prasarana layanan publik di Daerah.
Perjalanan panjang dana DAK Fisik dimulai dari proses perencanaan yang dilakukan setahun sebelumnya dengan dilakukannya pembahasan yang melibatkan para pihak terkait yakni Bappesnas, Kemendagri, Kementerian/Lembaga Teknis, Kemenkeu, dan juga melibatkan elemen di daerah yakni Bappeda, OPD Teknis, dan DPPKAD. Dalam pembahasan tersebut akan dilakukan sinkronisasi pengalokasian DAK Fisik dengan prioritas nasional dan arahan Presiden.
Setelah selesai itu, maka akan masuk ke dalam proses pengalokasian. Dalam pengalokasian DAK Fisik untuk tiap daerah, akan ada banyak faktor yang dipertimbangkan yakni usulan daerah atau DPR, penilaian teknis Kementerian/Lembaga, Kapasitas fiskal daerah, serta Kinerja DAK Fisik Tahun Anggaran sebelumnya. Dengan semua pertimbangan tersebut, maka akan diperoleh angka alokasi DAK Fisik tiap daerah.
Penyaluran DAK Fisik dilakukan melalui pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening kas daerah. Sejak tahun 2017 penyaluran DAK Fisik dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di daerah. Penyaluran dilakukan secara sekaligus untuk pagu di bawah 1 milyar, dan bertahap untuk pagu di atas 1 milyar. Namun bila terdapat rekomendasi dari Kementerian/Lembaga (K/L), di bawah 1 milyar dapat juga disalurkan bertahap, begitu juga untuk di atas 1 milyar dapat disalurkan sekaligus asalkan terdapat rekomendasi K/L.