Penulis: Yamadipati (Leader World Cleanup (WCD) Kalsel dan Head Project Operation Nayaka Cyber Indonesia)
KAMPANYE adalah salah satu bagian tahapan Pemilu. Pesta politik lima tahunan ini menjadi momen bagi para caleg dalam memperkenalkan diri melalui alat peraga kampanye (APK).
Untuk perolehan suara, mereka berlomba memasang baliho. Dari ukuran mini hingga raksasa. Dari yang hanya bermodal karung bekas hingga videotron mewah ratusan juta.
Menariknya, penggunaan APK ini sudah memiliki aturan tersendiri. Berupa PKPU. Ada area tertentu yang disepakati bersama untuk dibolehkan atau dilarang. Hal ini tertuang dalam berita acara yang ditandatangani semua parpol peserta Pemilu.
Parpol bertanggungjawab mengedukasi caleg agar taat aturan. Pun demikian caleg yang harusnya juga mengedukasi tim suksesnya perihal “do and dont” dalam pemasangan APK.
Kampanye Pemilu 2024 yang telah berlangsung sejak akhir tahun 2023 lalu, membuktikan jika penggunaan APK ini berpotensi menghasilkan sampah visual.
Tak hanya itu, namun juga berpotensi menghasilkan sampah plastik yang bisa membuat terganggunya kelestarian lingkungan jika tak terorganisir dengan baik.
Isu sampah visual itu bukan barang baru dan tidak hanya terjadi di tahun politik. Apalagi saat ini. Rakyat kebanyakan sudah mulai kritis dan mempertanyakan efektivitas pemasangan baliho dan poster di jalanan terutama yang dipaku pada batang pohon.
Langkah ini cukup mengindikasikan bahwa demokrasi tetap mengalami evaluasi dan transisi ke cara yang lebih ramah lingkungan.
Masalah sampah visual pada setiap pelaksanaan pemilu harusnya sudah mendapat perhatian lebih dari setiap kepala daerah.