JAKARTA, Poros Kalimantan – Pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir, penetapan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dilakukan sekaligus untuk 2 tahun. Kenaikan cukainya rata-rata untuk seluruh jenis rokok sebesar 10 persen untuk 2023 dan 2024.
Biasanya, penetapan tarif cukai dilakukan pemerintah setiap tahun. Pembahasannya juga dilakukan pada awal kuartal IV-2022. Penetapan tarif cukai hasil tembakau ini juga mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini, semisal tingkat inflasi Indonesia.
Secara lebih rinci, kenaikan tarif CHT masing-masing golongan antara lain sigaret kretek mesin (SKM) I dan II sekitar 11,5 persen sampai 11,74 persen. Tarif CHT untuk sigaret putih mesin (SPM) I dan II yakni 11 persen – 12 persen. Sedangkan sigaret kretek pangan (SKP) I, II dan III naik 5 persen.
Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok, mewaspadai adanya kenaikan harga rokok di luar regulasi yang sudah ditentukan.
Fenomena itu bisa terjadi buntut dari kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang mengalami kenaikan 10 persen untuk 2023-2024.
Mufti menyoroti harga jual eceran rokok yang nantinya bisa melonjak dua kali lipat lebih tinggi. Terlebih di tempat-tempat yang mengenakan beban tambahan untuk pembelian suatu produk.
“Disparitas harga ya makin tinggi. Kalau rokok saya lihat, regulasinya mungkin 10 persen, praktik bisa 100 persen. Apalagi di tempat-tempat tertentu, apalagi di mal,” ujar Mufti kepada para wartawan.
Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok bisa berimbas terhadap penurunan daya beli masyarakat. Apalagi, rokok bagi sebagian kalangan jadi suatu barang konsumsi yang tak bisa dilepas, meskipun itu punya dampak kesehatan kurang baik bagi lingkungannya.
“Rokok ini kan kebutuhan primer juga bagi seorang perokok. Beban di konsumen, bukan di pabrikasi atau industri. Kebutuhan rokok ini kan sudah di-save (oleh perokok). Kalau naik, waduh kan bingung,” ungkapnya.
Mufti beranggapan, beban pertambahan nilai bisa dikenakan kepada pihak produsen yang sudah berlebih modal. Sementara banyak konsumen, terutama perokok, yang masih mengandalkan upah bulanan sebagai sumber pendapatan utama.
“Tentu orang terkaya di Indonesia ini kan (berasal dari industri) rokok. Kalau ini (cukai rokok) dinaikkan, artinya dari sisi konsumen yang dirugikan. Sementara UMR/UMP belum naik,” keluhnya.
Alasan Pemerintah Naikkan Cukai Rokok
Kepala Bidang Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, kenaikan tarif cukai sekaligus untuk 2 tahun ini sudah mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya tentang kesehatan untuk menurunkan konsumsi rokok bagi perokok anak dan remaja.