JAKARTA, Poros Kalimantan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 tersangka dalam kasus pungutan liar di Rutan KPK. Salah satunya Hengki.
“Hengki sudah tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dikutip dari Kumparan, Rabu (6/3/2024).
Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhumham) itu disebut-sebut menjadi otak di balik dugaan tindak pidana tersebut.
Meski demikian, KPK belum menjelaskan lebih lanjut konstruksi kasus pungli itu. Termasuk sangkaan pasal kepada Hengki. Hengki belum berkomentar mengenai kasus pungli yang menjeratnya.
Saat ini, Hengki sudah tidak tercatat sebagai pegawai Kemenkumham. Ia pindah jadi pegawai Sekretariat DPRD DKI Jakarta sejak akhir 2022.
Setelah ditinggalkan Hengki, sistem itu tetap berjalan. Dilanjutkan dengan penggantian ‘lurah-lurah’ baru. Sebab pada masa Hengki, hanya dirinya yang berhak menentukan ‘lurah’.
Lurah sendiri adalah istilah pengepul dan penyalur pungli. Pungli diterima dari tahanan yang telah dikumpulkan ‘korting’ atau koordinator tempat tinggal alias ketua dari para tahanan.
Pungli di Rutan KPK diduga sudah terjadi sejak 2016. Namun kala itu, belum terorganisir. Saat Hengki bergabung di tahun 2017, pungli itu mulai diatur secara rapi.
Hengki mengenalkan sistem ‘Korting’ dan ‘Lurah’ selaku pengepul uang dari pihak tahanan serta petugas Rutan KPK.
Pungli yang terjadi diduga terkait fasilitas untuk para tahanan. Misalnya saja, penyelundupan HP ke dalam rutan sebesar Rp10-20 juta. Biaya penggunaan HP setiap bulannya Rp5 juta.
Hal itu diungkap oleh Dewas KPK saat menyidangkan 90 pegawai KPK atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku menerima pungli, Kamis, 15 Februari 2024 lalu.
Editor : Musa Bastara