JAKARTA, Poros Kalimantan – World Economic Forum (WEF) tahun 2022, yang diselenggarakan di Davos, Swiss, digelar mulai sejak Minggu (22/5/2022) sampai dengan Kamis (26/5/2022) tadi. Forum ekonomi tingkat dunia yang mengusung tema Working Together Restoring Trust ini, juga dihadiri BRI yang diwakili oleh Direktur Utama BRI Sunarso.
Sunarso mengatakan, jumlah partisipan yang hadir dalam WEF 2022 sekitar 2.000 orang, yang merupakan perwakilan tokoh-tokoh berpengaruh di dunia. Meliputi pemimpin negara, regulator, top CEO perusahaan global, dan pihak-pihak yang berpengaruh lainnya.Topik yang menjadi bahasan utama dalam WEF 2022 diantaranya adalah globalisasi, digitalisasi, implementasi ESG Global, serta inklusi keuangan.
“Topik pertama membahas evaluasi dampak globalisasi serta tren globalisasi di masa depan. Para panelis melihat bahwa globalisasi telah mendorong pertumbuhan ekonomi global. Namun saat ini juga terdapat kecenderungan terjadi fragmentasi dalam skala regional bahkan domestik, yang diperkirakan dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi global di masa datang,” ungkapnya membagikan pengalamannya.
Dijelaskannya, faktor yang mendorong terjadinya fragmentasi tersebut mulai dari pandemi COVID-19, perkembangan geopolitik, trade dispute dan lainnya.
Menyikapi kecenderungan terjadinya fragmentasi tersebut, para panelis menekankan pentingnya kolaborasi dan kerjasama semua pihak.
“Isu-isu yang berkaitan dengan Pandemi, perubahan iklim, geopolitik, pertumbuhan ekonomi, cyber security, dan masalah global lainnya, hanya berhasil diatasi jika dilakukan secara kolaboratif,” terangnya.
Topik kedua yang juga menarik minat banyak peserta WEF 2022 adalah hal-hal yang berkaitan dengan isu Environment, Social and Governance (ESG). ESG memiliki peranan penting untuk mendukung sustainability atau keberlanjutan kehidupan manusia serta mendorong tingkat kemakmuran (prosperity).
“BRI melihat bahwa pelaku usaha segmen UMKM sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, memegang peranan penting dalam penerapan prinsip-prinsip ESG ke depan. Oleh karena itu, menjadi hal yang krusial untuk memberikan edukasi dalam meningkatkan kesadaran dari para pelaku usaha UMKM, akan pentingnya memastikan keberlanjutan usaha mereka melalui penerapan prinsip-prinsip ESG,” bebernya.
Sunarso menjelaskan, BRI juga melihat penerapan ESG yang konsisten dan terarah harus dimulai dari perhatian utama, yaitu Pemerintah (Governance). Dengan Governance yang baik, penerapan ESG diharapkan akan lebih terarah dan terukur. Sehingga dapat mendorong keberlangsungan usaha yang dijalankan. Tone from the top atau inisiasi dari Pimpinan menjadi elemen penting untuk mendorong penerapan sisi Governance ini.
“Terakhir terkait dengan inklusi keuangan. Hal ini yang melibatkan kontribusi dari banyak pelaku usaha (inclusivity), dibandingkan yang berfokus pada pelaku usaha tertentu menjadi factor penting untuk pemerataan ekonomi dan kesejahteraan (prosperity),” tegasnya.
Namun demikian akunya, pandemi COVID-19 memberikan pelajaran bahwa selain inklusi keuangan, hal kritis lain yang perlu ditindaklanjuti adalah digitalisasi. Issue ini sangat relevan dengan apa yang terjadi di Indonesia.
“Inklusi keuangan di Indonesia tercatat sebesar 76 persen dan Pemerintah mentargetkan menjadi 90 persen di 2024. Namun financial literacy index di Indonesia masih relative rendah dibawah 40 persen,” terangnya.