Pria yang bergelut di dunia arsitektur berbasis lingkungan itu mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan data akurat pada investor.
“Seberapa banyak masyarakat menggunakan mode tranportasi publik saat ini, investor harus tahu,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah harus mempertanyakan kembali, soal seberapa besar kontribusi kereta gantung dalam mengurai persoalan kemacetan.
“Apakah kepemilikan dan pengelolaan sepenuhnya dari pihak investor? Seberapa besar peran yang bisa diambil oleh pemerintah daerah?” Akbar mempertanyakan.
“Jangan-jangan nantinya masyarakat masih menganggap, kereta gantung adalah kereta wisata,” sambungnya.
Opsi Lain: Bangun Jalan Bebas Hambatan
Akbar Rahman memberi saran. Selain kereta gantung, sebenarnya ada opsi lain yang bisa dilakukan pemerintah. Salah satunya pembangunan jalan bebas hambatan.
“Seharusnya itu yang disodorkan pemerintah kepada pihak investor, di mana pertumbuhan jumlah kendaraan di sini sangat tinggi dibandingkan panjang ruas jalan baru,” ungkapnya.
Menurut Akbar, hal ini bisa dilakukan secara berkesinambungan sebagai penghubung jalur kabupaten/kota. Terutama Banjarmasin dan Banjarbaru yang punya satu juta penduduk.
Biar tahu saja. Dalam sejarahnya, antara tahun 1888-1956 sudah pernah ada kereta api di Kalimantan Selatan. Walau kereta api yang dimaksud adalah kereta tambang.
Hal ini dapat dibaca dalam buku Onze Koloniale Minjnbouw De Steenkolonindustria karya Ir R.J Van lier.
Reporter: Andra Ramadhan
Editor: Musa Bastara