Pengecualian itupun spesifik. Tertuang dalam Perda RTRW Banjarbaru. Teksnya menyebutkan hanya untuk PT Galuh Cempaka. Di mana masa kontraknya baru berakhir 2034 nanti.
Dari peraturan di atas, isyarat itu jelas. Di Kota Idaman tak boleh ada tambang. Lalu, bagaimana dengan Galuh Cempaka? Kita anggap saja kebablasan. Warisan masa lalu. Cukup jangan diulang! Ini ibu kota. Kalsel butuh etalase positif.
Tak sepakat dengan pernyataan di atas? Cukupkan saja membacanya. Yang sepemaham, gasken bos.
Jadikan Wisata Edukasi
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono juga angkat bicara. Menurutnya temuan aktivitas pertambangan dan galian C ini harus menjadi atensi utama.
“Seharusnya kejahatan tambang ini menjadi perhatian. Selain bagi Kapolres Banjarbaru dan Kapolda Kalsel. ,” ucapnya, Rabu (11/1/2023) pagi.
Ia menyebut, aktivitas pertambangan maupun galian C tak lagi relevan di ibu kota. Apalagi jika mengacu kebijakan RTRW. “Banjarbaru sudah tak ada lagi izin pertambangan,” imbuhnya.
Yang sudah terlanjur ada, legal atau tidak, Kisworo meminta pemko untuk tegas. Mengambil sikap pro untuk kemajuan ibu kota. Misal, menjadikan tambang intan sebagai kawasan wisata tradisional.
“Kami minta pemerintah agar dijadikan konsep wisata edukasi. Seperti sejarah intan, pertambangan intan hingga cara menambang intan tradisional,” tuturnya.
Setidaknya hal itu bisa dijadikan alternatif. Menghindari konflik sosial. Mengingat, galian C masih menjadi keseharian masyarakat. Khususnya di wilayah cempaka.
Intinya, Banjarbaru harus punya konsep pengembagan ibu kota yang positif. Mesti lebih baik dari pendahulunya; Banjarmasin.
Pemred/Editor: Fahriadi Nur