MEDAN, Poros Kalimantan – Wali Kota Medan, Bobby Nasution, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bahwa kota yang dipimpinnya anti terhadap perilaku kelompok lesbian, gay, bisexual, transgender, queer and intersex (LGBTQI+). Pernyataan itu dinilai diskriminatif dan berpotensi menimbulkan persekusi.
Wali Kota Medan Bobby Nasution, yang menegaskan bahwa Kota Medan anti terhadap perilaku kelompok lesbian, gay, bisexual, transgender, queer and intersex (LGBTQI+) menuai kritik. Kritik pedas datang dari Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah. Pernyataan yang mengandung nada diskriminasi tersebut tak seharusnya diucapkan oleh seorang kepala daerah. ”Jadi kami menyesalkan sebenarnya pernyaaan itu karena berpotensi melahirkan praktik diskriminasi pada kelompok tertentu,” katanya kepada wartawan, Selasa (3/1).
Menurut Anis, konstitusi telah menjamin setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum. Dengan kata lain, tidak ada diskriminasi terhadap berbagai kelompok baik berdasarkan ras, agama, golongan, dan orientasi seksualnya. Apalagi dalam Undang-Undang HAM Pasal 3 dan Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan HAM serta kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi. ”Diskriminasi yang dimaksud itu jelas dalam UU HAM. Semestinya kalau berdasarkan itu tidak boleh ada pembedaan perlakuan di Indonesia,” jelas Anis. Komnas HAM pun menyayangkan pernyataan Bobby terkait anti perilaku kelompok LGBTQI+ tersebut. “Seharusnya itu tidak perlu disampaikan oleh pejabat publik. Apalagi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara kita jelas, yaitu konstitusi serta Pancasila yang berbasis HAM,” ujar Anis. Aktivis LGBTQI+ dari GAYa Nusantara, Dede Oetomo, menilai pernyataan yang diucapkan wali kota Medan tersebut bisa memicu terjadinya persekusi terhadap kelompok gender minoritas. “Bisa (persekusi). Pernyataan dari wali kota seakan memberi restu untuk itu (persekusi). Pernyataan yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya kepada VOA.