Oleh: Sutrisno, Pegawai Ditjen Perbendaharaan
Perkembangan teknologi memberikan dampak positif bagi ekonomi yang efisien dan efektif. Salah satunya perkembangan dalam transaksi pembayaran dengan digitalisasi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi yaitu dapat memungkinkan transaksi yang cepat dan mudah, mengurangi ketergantungan pada uang tunai fisik, menghilangkan hambatan administratif dan meningkatkan validitas transaksi, digitalisasi pembayaran merangsang perputaran ekonomi yang lebih cepat, mendukung pertumbuhan bisnis, dan mendorong efisiensi di berbagai sektor, menjadikan ekonomi lebih dinamis dan responsif terhadap tuntutan global.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Bank Indonesia menginisiasi dan mendorong program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk mendorong penggunaan transaksi non-tunai di Indonesia. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, meningkatkan inklusi keuangan, dan mengurangi ketergantungan pada uang tunai. Gerakan ini mendukung transformasi ekonomi digital dan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan ekonomi berbasis teknologi. GNNT juga diharapkan mampu meminimalisasi kendala dalam pembayaran tunai, seperti uang tidak diterima karena lusuh/sobek/tidak layak edar dan meningkatkan efisiensi saat transaksi di mana masyarakat tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar.
Perkembangan penggunaan kartu kredit dan e-commerce memiliki dampak positif yang signifikan terhadap GNNT di berbagai negara. Pertama, penggunaan kartu kredit telah membuka aksesibilitas terhadap berbagai transaksi non tunai, memudahkan konsumen untuk melakukan pembelian tanpa perlu membawa uang tunai fisik. Selain itu, e-commerce, yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, juga telah menjadi pendorong utama dalam mendorong penggunaan metode pembayaran non tunai. Melalui platform e-commerce, konsumen dapat dengan mudah melakukan pembelian barang dan jasa secara online tanpa harus menggunakan uang tunai. Dengan demikian, perkembangan kartu kredit dan e-commerce secara bersamaan telah mengakselerasi pembayaran non tunai di masyarakat.
Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Perbendaharaan juga ikut serta mendukung Gerakan Nasional Non Tunai dalam beberapa kebijakan pembayaran beban APBN antara lain:
Kartu Kredit Pemerintah (KKP)
Kartu Kredit Pemerintah (KKP) merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN. Mekanisme pembayarannya adalah pembayaran dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit KKP, dan kemudian Satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada saat bank penerbit KKP menerbitkan tagihan untuk dilunasi oleh Satker secara sekaligus.
Implementasi penggunaan KKP sebagai salah satu alat pembayaran atas beban APBN ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah tanggal 31 Desember 2018. Dimana implementasi penggunaan KKP ini dimulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 2019.
Tujuan implementasi penggunaan kartu kredit dapat meminimalisir risiko memegang uang tunai dalam jumlah besar. Dengan penggunaan kartu kredit, dapat diminimalisir jumlah UP/TUP yang harus disediakan pemerintah sehingga meminimalisir idle cash. Selanjutnya, akan mengurangi opportunity cost dan real cost yang mungkin timbul, sebagai contoh opportunity cost adalah biaya untuk penyediaan dana UP, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang urgent atau biaya opportunity penyediaan dana UP yang bersumber dari obligasi pemerintah, pemerintah berkewajiban membayar bunga obligasi untuk penyediaan dana tersebut. Sementara biaya real timbul sebagai akibat untuk penyimpanan dan penggunaan uang tunai. Penggunaan KKP juga dapat meminimalisiir timbulnya tagihan fiktif. Karena seluruh penggunaan KKP memerlukan proses otentifikasi dan verifikasi yang dilakukan pada setiap transaksi kartu kredit. Penggunaan kartu kredit juga memberikan kepastian dan kecepatan proses pembayaran kepada penyedia barang/jasa karena pembayaran dilakukan pada saat transaksi setelah barang diterima, dengan dana pembayaran dari Bank Penerbit KKP, baru kemudian Satker melaksanakan kewajiban pembayaran kepada Bank Penerbit.
Dengan skema pembayaran KKP ini meminimalisir transaksi tunai yang bersumber dari transaksi pemerintah, sehingga bisa menjadi Langkah nyata pemerintah untuk mewujudkan cash less society.
Marketplace Pemerintah (Digipay)
Marketplace Pemerintah (Digipay) merupakan suatu platform aplikasi yang menyediakan layanan daftar Penyedia Barang/Jasa, pemesanan barang/jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan uang persediaan yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan.
Berbeda dengan marketplace pada umumnya yang merupakan model bisnis Business to Consumer (B to C) dimana penyedia barang/layanan bertransaksi dengan masyarakat selaku konsumen pada platform aplikasi. Marketplace Pemerintah merupakan Skema Business to Government (B to G) di mana perusahaan atau entitas bisnis berinteraksi dan bertransaksi dengan pemerintah. Dalam skema ini, perusahaan menyediakan barang, layanan, atau jasa kepada entitas pemerintah, seringkali melalui proses pengadaan yang dapat melibatkan lelang atau negosiasi.
Tujuan Implementasi Marketplace Pemerintah ini adalah menyediakan system pembayaran yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas pengelolaan kas dan memberi manfaat bagi sejumlah pemangku kepentingan lainnya seperti pengendalian internal, aparat pengawasan intern pemerintah, otoritas pajak, dan auditor eksternal. Karena mendukung audit berbasis teknologi informasi (e-audit). Manfaat lain adalah pemberdayaan UMKM yang menyediakan pasar baru selain masyarakat umum sebagai komsumen juga pemerintah sebagai pihak pembeli barang/jasa yang disediakan dalam platform.
Beberapa tantangan dalam implementasi digitalisasi pembayaran pemerintah antara lain:
Masih rendahnya literasi keuangan.
Masih terdapat sebagian petugas satker maupun vendor/penyedia barang/jasa yang tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang cara menggunakan sistem pembayaran non-tunai. Edukasi dan sosialisasi yang berkesinambungan diperlukan untuk meningkatkan literasi dan dan pemahaman transaksi pembayaran digital.
Ancaman Cybercrime
Perlunya security awareness oleh pengguna baik petugas satker maupun vendor/penyedia barang/jasa untuk pemahaman yang cukup tentang praktik keamanan digital untuk melindungi diri dari serangan siber.
Keterbatasan Vendor dan Infrastruktur
Masih terbatasnya jumlah vendor, selain disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan, disebabkan masih minimnya sarana prasarana seperti mesin edc atau keterbatasan infrastruktur teknologi, seperti konektivitas internet.
Aksesbilitas dan Inklusivitas Keuangan
Penting untuk memastikan bahwa seluruh vendor/penyedia barang/jasa khususnya UMKM untuk memiliki akses dan dapat mengakses layanan pembayaran non-tunai. Tantangan inklusivitas finansial perlu diatasi agar tidak ada yang tertinggal.
Untuk mengembangkan digitalisasi pembayaran pemerintah diperlukan fokus pada pertama peningkatan literasi keuangan yang menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang memadai untuk melakukan transaksi non tunai. Kedua, peningkatan inklusivitas pada layanan perbankan kepada seluruh lapisan masyarakat khususnya para pelaku usaha kelas UMKM. Ketiga, mendorong terciptanya iklim dan ekosistem non tunai yang massif. Keempat, peningkatan keamanan transaksi non tunai, sehingga masyarakat semakin yakin untuk melaksanakan transaksi non tunai.